Senin, Oktober 13, 2025
BerandaUncategorizedKKN dan Literasi Kesehatan Digital: Mahasiswa Jadi Jembatan Teknologi dan Desa

KKN dan Literasi Kesehatan Digital: Mahasiswa Jadi Jembatan Teknologi dan Desa

Peran KKN dalam Meningkatkan Literasi Digital di Bidang Kesehatan

Di berbagai wilayah pedesaan di Indonesia, akses terhadap layanan kesehatan yang memadai masih menjadi tantangan utama. Banyak lansia harus berjalan jauh ke Posyandu hanya untuk mengecek tekanan darah, sementara ibu hamil sering mengalami kesulitan memahami cara klaim BPJS. Di sisi lain, masyarakat umumnya belum menyadari bahwa hanya dengan ponsel pintar, mereka bisa mengakses informasi kesehatan dan mengecek status kepesertaan BPJS melalui aplikasi Mobile JKN.

Aplikasi Mobile JKN yang dikembangkan oleh BPJS Kesehatan menawarkan banyak fitur yang sangat bermanfaat, seperti mengecek iuran, mengubah fasilitas kesehatan (faskes), mengunduh antrean online, hingga mencari fasilitas kesehatan terdekat. Namun, sayangnya, aplikasi ini belum sepenuhnya tersentuh oleh masyarakat di daerah pedesaan. Studi yang dilakukan pada Maret 2024 di Samarinda menunjukkan bahwa sebanyak 72 persen masyarakat desa belum pernah menggunakan aplikasi tersebut meskipun sebagian besar dari mereka memiliki ponsel dan tahu nama aplikasinya.

Ini menunjukkan adanya kesenjangan antara pengetahuan dasar dan kemampuan penggunaan. Faktor-faktor penghambat antara lain kurangnya literasi digital, minimnya pendampingan penggunaan aplikasi, serta kurangnya sosialisasi yang tepat. Meski begitu, ada cerita-cerita kecil yang menunjukkan harapan. Salah satunya adalah dari kegiatan KKN Tematik Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) di Desa Sukapura, Jawa Barat. Dalam program tersebut, mahasiswa tidak hanya turun ke lapangan dengan membawa teori, tetapi juga langsung mempraktikkan pendampingan warga dalam menggunakan aplikasi Mobile JKN.

Mereka mendatangi Posyandu, menggelar pelatihan sederhana, dan mendampingi ibu-ibu serta lansia mengunduh aplikasi, mendaftarkan diri, serta memahami fiturnya. Hasilnya mengejutkan, karena para lansia yang awalnya canggung dan menolak, justru menunjukkan antusiasme dan rasa percaya diri setelah memahami bahwa mereka bisa mengakses layanan kesehatan dari rumah.

Cerita serupa juga ditemukan di beberapa wilayah lain, seperti dari mahasiswa KKN Universitas Muhammadiyah Semarang yang menggelar penyuluhan pemanfaatan layanan digital di wilayah pedesaan binaan di Boyolali, Jawa Tengah. Di sana, mahasiswa tidak hanya menyasar warga, tetapi juga membekali kader Posyandu agar menjadi agen literasi digital kesehatan yang berkelanjutan.

Penelitian terbaru dari Nazka Amaliah dkk tahun 2024 menemukan bahwa pentingnya peran literasi digital dalam mengoptimalkan penggunaan aplikasi Mobile JKN. Dalam studi tersebut, ditemukan bahwa aplikasi ini memang terbukti membantu mempercepat akses layanan, mengurangi antrean, dan meningkatkan kepuasan pasien. Namun, hambatan terbesar tetaplah kurangnya pemahaman masyarakat, terutama di desa-desa yang belum terjangkau pelatihan atau program edukasi.

Studi lain menunjukkan bahwa keberhasilan penggunaan aplikasi sangat dipengaruhi oleh adanya pendampingan awal, dan inilah celah yang bisa diisi oleh kegiatan pengabdian mahasiswa seperti KKN. Kegiatan KKN yang selama ini sering kali dianggap formalitas atau rutinitas tahunan kampus ternyata memiliki potensi besar sebagai jembatan transformasi digital dalam bidang kesehatan.

Ketika mahasiswa hadir tidak hanya untuk mengajar atau menyusun laporan, tetapi menjadi fasilitator teknologi dan pemberdaya masyarakat, maka perubahan nyata bisa dirasakan langsung. Tidak hanya bagi warga, tetapi juga bagi mahasiswa itu sendiri karena mereka mengalami langsung makna Tri Dharma Perguruan Tinggi: pendidikan, penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat.

Kisah-kisah KKN yang membawa dampak seperti ini seharusnya tidak menjadi pengecualian, melainkan menjadi fokus utama sebagai program nasional pemerintah secara serentak. Pemerintah melalui Kemdiktisaintek dan BPJS Kesehatan sebaiknya menetapkan literasi aplikasi kesehatan sebagai tema prioritas dalam program KKN tematik. Pendampingan penggunaan Mobile JKN, integrasi mahasiswa dengan program Puskesmas, serta kolaborasi dengan kader Posyandu, bisa dijadikan model nasional untuk memperkuat layanan kesehatan berbasis digital di tingkat pedesaan.

Tentu, tantangan infrastruktur seperti jaringan internet dan keterbatasan gawai masih ada. Namun, keterlibatan mahasiswa yang memahami teknologi dan memiliki semangat pengabdian kepada masyarakat bisa menjadi penentu keberhasilan di lapangan. Ini adalah potensi yang tidak dimiliki oleh kampanye formal dari pemerintah sekalipun.

Agar gerakan ini berkelanjutan dan tidak berhenti pada kegiatan KKN semata, maka diperlukan solusi konkret. Pertama, diperlukan pelatihan pra-KKN yang terfokus pada literasi digital dan pemanfaatan aplikasi layanan publik seperti Mobile JKN. Kedua, pemerintah daerah dan perguruan tinggi dapat membentuk program Digital Health Champions, sebuah tim kecil mahasiswa dan kader lokal yang terus mendampingi warga meskipun masa KKN telah berakhir. Ketiga, BPJS Kesehatan harus menyederhanakan tampilan aplikasi dan menyediakan versi yang lebih ramah bagi pengguna lansia dan masyarakat pedesaan. Terakhir, penguatan sinergi antara kampus, desa, dan Puskesmas melalui nota kesepahaman dapat menjadi jalan pembuka untuk program kesehatan berbasis teknologi yang berkelanjutan.

KKN bukanlah hanya tentang mencatat kehadiran atau membuat laporan akhir. Ia adalah titik temu antara ilmu pengetahuan dan realitas sosial. Ketika mahasiswa turun langsung ke pedesaan, membantu seorang nenek membuka aplikasi BPJS di ponselnya untuk pertama kali, atau mendampingi seorang ibu muda mendaftarkan anaknya ke faskes melalui gawai, di situlah makna keberlanjutan pembangunan kesehatan benar-benar hidup. Dari Posyandu yang dulu identik dengan kertas dan alat timbang manual, kini perlahan bergerak menuju era digital berkat tangan muda dari kampus. Dan itulah wajah baru KKN hari ini: menjadi gerakan kecil namun berarti, yang membumikan teknologi, dan memperjuangkan keadilan layanan kesehatan bagi semua warga, dari kota hingga desa.

RELATED ARTICLES
- Advertisment -
- Advertisment -
- Advertisment -

Most Popular